Oleh: Zahratul Iftikar
Pernahkah sebagai istri kau merasa suamimu menyakiti hati padahal kau sangat menginginkan kebaikan untuknya?
Kau sangat mencintainya. Kaupun tahu ia mencintaimu. Hanya saja, terkadang seseorang memang tak kuasa menangkis bisikin setan yang tiada hentinya. Hingga meluncur jugalah kata-kata atau bahkan perbuatan buruknya padamu.
Bagaimana kiranya kalau kau dalam posisi itu? Apakah kau menangis sendirian di pojokan kamar? Atau mencari kontak teman dan curhat padanya? Atau bahkan menulis status dan mengudarakannya ke khalayak?
Saudariku, kau tidak sendiri. Dulu, ada pula sahabat perempuan rasul yang mengalami sepertimu. Bahkan, kata-kata laki-lakinya tidak hanya menyakiti hati, tapi sampai menyamakan punggungnya dengan punggung ibunya. Membuat mereka, sesuai adat kebiasaan pada masa itu, telah jatuh talak sehingga tidak lagi ada ikatan suami istri. Padahal keduanya sama-sama saling mencintai.
Terbukti, ketika emosi sang suami mereda, ia meminta berhubungan badan dengannya. Sang istri tentu saja menolak. Karena bagaimana pun, talak telah jatuh meski mereka masih sama-sama cinta.
Sang suami bangkit amarahnya. Hati sang istri begitu pilu. Di tengah kebingungan itu, apakah yang dilakukannya? Apakah ia meraung-raung tak berdaya? Atau bahkan disebarkannya aib suaminya?
Tidak. Ia pergi pada Rasulullah. Diadukannya perkara itu pada ahlinya. Diceritakannya panjang lebar apa yang ia alami. Satu hal yang ia ingini, mempertahankan keutuhan keluarganya sampai ajal menghampiri.
Rasulullah kala itu memutuskan bahwa talak memang telah jatuh. Karena memang kasus itu adalah satu-satunya kasus yang terjadi setelah terbentuk masyarakat Islam di Madinah. Dan sesuai kebiasaan masyarakat Jahiliyah sebelumnya, menyamakan punggung istri dengan punggung ibu berarti mengharamkan istri untuk digauli.
Khaulah, nama sahabat itu tak puas. Didesaknya Rasulullah beberapa kali. Sungguh ia hanya ingin keutuhan keluarganya kembali. Sungguh berat baginya berpisah dengan suami yang sangat ia kasihi. Pun mereka mempunyai anak yang masih kecil-kecil. Bila pengasuhan jatuh padanya, anak-anaknya akan kelaparan. Bila pengasuhan jatuh pada ayahnya, mereka akan terlantarkan karena ayahnya sudah sangat renta.
Coba perhatikan, bahkan meski perangai sang suami telah semakin kasar akibat usia yang menua, rasa cinta Khaulah pada keluarganya tetap membuatnya ingin mereka tetap tetap utuh tanpa ada satupun yang pergi.
Setelah tak ada jawaban yang memuaskan hatinya sama sekali, ia tengadahkan kedua tangannya dan berdoa dalam hati.
“Tuhanku, hanya kepada Engkau saja aku keluhkan nasibku ini. Turunkanlah kiranya ke dalam lidah Nabi-Mu suatu firman yang akan melepaskan daku dari kesulitan ini.”
Doa itu ia haturkan dalam hati, tidak terdengar sama sekali oleh siapapun yang hadir di sana. Tidak pula oleh Aisyah yang menguping di balik biliknya. Amat sangat ingin ia mengetahui ketentuan Quran atas apa yang sedang ia hadapi.
Tak berapa lama, wahyu benar-benar turun melalui lisan nabi. Sungguh menakjubkan, putusan Al-Quran atas kasus Khaulah diawali dengan ayat yang sungguh indah:
قَدْ سَمِعَ ٱللَّهُ قَوْلَ ٱلَّتِى تُجَٰدِلُكَ فِى زَوْجِهَا وَتَشْتَكِىٓ إِلَى ٱللَّهِ وَٱللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَآۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌۢ بَصِيرٌ
“Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”
Allah sungguh telah mendengar. Allah sungguh mengetahui betapa besar keinginan Khaulah mempertahankan keluarganya. Allah sungguh memahami betapa besar rasa cintanya pada suami dan anak-anaknya. Bahkan meski doa itu tidak terucap lewat kata. Bahkan meski doa itu tidak terdengar sedikitpun oleh orang di dekatnya. Indah sekali ya? :”)
Saudariku, sungguh Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Allah Maha Tahu apa yang terjadi di dalam rumahmu meski tidak ada satu orang pun yang tahu selain keluargamu. Allah Maha Mengetahui sedih dan laramu meski kau sembunyikan mati-matian. Allah Maha Mengetahui betapa kau menginginkan kebaikan untuk suami dan anak-anakmu meski tidak ada satu orang pun yang memahamimu. Allah Maha Mengetahui betapa kau ingin mempersembahkan yang terbaik untuk-Nya melalui peranmu dalam keluargamu. Ingatlah, Allah sungguh Maha Mengetahui semua itu :”)
Rabb yang mengabulkan doa Khaulah, adalah Rabb yang sama dengan Rabb kita. Maka, gantungkan sebesar-besarnya harap hanya pada-Nya, bukan pada suamimu, bukan pula pada anak-anakmu. Sudah berapa kali harapan kau gantung pada mereka dan yang kau dapat hanya kecewa? Sedangkan ada Dzat yang amat memahamimu, mendengar lintasan-lintasan doa dalam hatimu dan amat mengininkan kebaikan untukmu melebihi siapapun di dunia ini. Sungguh tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya. Termasuk harapan untuk kebaikan keluargamu yang bahkan terasa amat mustahil untuk mewujud merupa.
Semoga Allah senantiasa limpahkan hati yang tak pernah lelah berharap pada-Nya

Referensi:
Disarikan dari halaqah bersama Ust Tika Faiza dan diperkaya dengan referensi dari Tafsir Al-Azhar